• Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 4 Title

    This is slide 4 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 5 Title

    This is slide 5 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 6 Title

    This is slide 6 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

Tuesday, January 17, 2017

GURU PROFESIONAL KUNCI KEBERHASILAN PENDIDIKAN

Posted by H.TARMIZI ALFUJUDY On 8:44 PM | No comments
GURU PROFESIONAL KUNCI KEBERHASILAN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang, dalam pembangunan bangsa masih mengacu pada negara-negara lain yang sudah maju. Demikian pula dengan dunia pendidikan, meskipun tidak 100% adaptasi dari negara maju tetapi upaya untuk menghasilkan lulusan bermutu sudah mulai digalakkan. Dunia pendidikan di Indonesia memang masih tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Baik dari segi mutu lulusan, sarana prasarana maupun sumber daya manusia yang terlibat dalam dunia pendidikan. Untuk mengejar ketinggalan dengan negara lain, para guru dituntut untuk mampu mengembangkan diri baik dalam segi tingkat pendidikan maupun kualitas kerjanya.
Dengan peningkatan sumber daya manusia terutama para guru, diharapkan dunia pendidikan mampu menghasilkan lulusan yang bagus dan bermutu. Bagus dari segi prestasi, bermutu dalam arti mampu bersaing dalam era globalisasi dan mengikuti perkembangan jaman terutama dalam bidang teknologi, informasi dan sains.
Peningkatan kualitas guru ini benar-benar mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena para siswa adalah calon-calon penerus dan pengembang bangsa Indonesia. Indonesia akan menjadi negara besar jika para putra bangsanya mampu bersaing dengan negara-negara maju. Dan tugas ini terletak di pundak para guru sebagai pendidik dan pengajar.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat adalah :
1. Bagaimana menjadi guru yang profesional ?
2. Mengapa guru profesional adalah kunci keberhasilan pendidikan ?
1.3 Tujuan
Tujuan secara umum adalah para guru di Indonesia dapat menjadi guru profesional yang bertanggungjawab dan bermutu.
Tujuan secara khusus adalah para guru mau dan dapat mengembangkan diri secara periodik agar tidak tertinggal.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dengan menjadi guru profesional adalah kesejahteraan guru meningkat, mampu menghasilkan lulusan yang bermutu, mampu bersaing dalam era globalisasi, intelektual dan kemampuan berkembang sesuai jaman dan kreatif, inovatif.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Guru Profesional
Guru profesional dipandang dari segi jabatan adalah guru yang memiliki sertifikat mengajar, berijasah minimal S-1 keguruan atau Akta IV, mempunyai jam mengajar minimal 24 jam perminggu.
Guru profesional dipandang dari segi tugas dan fungsinya adalah guru yang mampu mentransfer ilmu kepada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat; memanfaatkan teknologi secara tepat guna; menguasai metode dan teknologi; melaksanakan administrasi pembelajaran secara teratur; mampu berkomunikasi dengan siswa secara baik; menjalin hubungan dengan pakar-pakar pendidikan atau masyarakat umum; mengembangkan diri secara periodik melalui seminar-seminar, diklat, penataran; menjadi panutan bagi masyarakat dan terlibat dalamm kegiatan-kegiatan masyarakat; berkreasi dan mampu menuangkan ide-ide kreatif melalui tulisan, kegiatan nyata.
2.2 Sosok Seorang Guru Ideal dan Guru Profesional
Sebelum menjadi sosok guru profesional, hendaklah menjadi guru ideal terlebih dahulu. Tolak ukur untuk menetapkan mana guru yang ideal dan mana guru yang sedikit ideal bahkan tidak ideal sama sekali tentu sangat subyektif dan relatif. Apa yang disampaikan oleh Husnul tentang kriteria guru ideal abad 21 merupakan tawaran yang cukup bagus. Tetapi, kita perlu juga mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjadi guru ideal belumlah cukup. Untuk mencapai menjadi guru profesional, haruslah melewati tahap-tahap menjadi guru ideal. Karena syarat untuk menjadi guru profesional ada dalam syarat menjadi guru ideal. Bekal sertifikat mengajar saja tidak cukup, sertifikat hanya selembar kertas, tetapi wujud nyata sebagai seorang guru yang dikatakan profesional sebagaimana halnya dokter harus diwujudkan. Syarat-syarat ini akan kami bahas di bab selanjutnya.
2.3 Tuntutan dan Janji Profesionalisme Guru
Menurut T. Raka Joni, suatu profesi harus berpijak pada tiga pilar, yaitu pilar pertama adalah kemampuan-atau katakanlah kompetensi tingkat tinggi yang hanya bisa diraih melalui pendidikan yang "serius"-kuat dasar akademiknya, tangguh pengetahuan dan keterampilan profesionalnya, serta tinggi keakrabannya dengan situasi rujukannya melalui program pengalaman lapangan yang sistematis: mulai dari latihan laboratorik, dilanjutkan dengan latihan di lapangan yang bermuara pada masa pemagangan . Pilar kedua, dalam menerapkan layanan ahlinya itu, kaum profesional tersebut selalu mengedepankan kemaslahatan kliennya (subyek didik dalam konteks keguruan, pasien dalam konteks kedokteran). Tidak pernah terlintas dalam pikiran seorang profesional untuk menggunakan keahliannya itu untuk memperoleh keuntungan pribadi, apalagi yang dapat berdampak merugikan klien. Oleh karena itu, di samping karena sisi teknis pendidikan persiapannya, kedua pilar merujuk kepada persyaratan pembentukan kepribadian dan watak yang bermuara pada pelaksanaan layanan ahli yang selalu dapat diandalkan oleh klien. Dengan perkataan lain, seorang profesional selalu menampilkan diri sebagai safe practitioner. Pilar ketiga adalah diakui serta dihargainya eksistensi layanan yang unik, yang mempersyaratkan keahlian khas ini oleh masyarakat pemakai layanan serta oleh pemerintah. Dengan kata lain, kedudukan sebagai penyelenggara layanan ahli diperoleh berdasarkan kompetensi dan etika, bukan berdasarkan uang atau akrobatik KKN.
Guru yang profesional, harus segera diwujudkan. Terlebih di era otonomi daerah, dengan acuan kompetisi global yang sungguh ketat. Bayangkan saja, jika melihat peringkat dunia pendidikan kita berada di urutan ke-109 di tahun 2000. Untuk meraih posisi yang lebih meningkat, bukan jalan yang mudah. Sebab, salah satu yang memegang kendali paling dominan adalah bagaimana mempunyai tenaga pendidik yang memang benar-benar berkualitas Mencapai sosok guru yang berkualitas dan mampu melahirkan daya saing pendidikan tidak sekadar menaikkan gaji. Konteks globalisasi, lebih memaksa para guru mampu memberikan materi-materi ajar yang relevan dengan kebutuhan zaman, yang diajarkan dengan sebuah metoda pengajaran yang dinamis. Metoda pengajaran yang dinamis, setidaknya harus dipunyai oleh mereka yang ingin benar-benar menjadi profesional di dunia pendidikan.
Maka, menjadi guru yang profesional berarti mempunyai militansi individual, sadar akan sistem sanksi profesi, mempunyai landasan pengetahuan nalar yang kuat, mampu bekerja sama dalam sebuah sistem pendidikan formal terkecil sekolah.
Untuk itulah, dengan naiknya gaji, ternyata salah satu tuntutan yang terus bergulir deras adalah, bagaimana jika kalangan pendidik tampil lebih professional.ini yang ideal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Menjadi Guru Ideal
Pertama, guru ideal dapat membagi waktu. Kalau hanya untuk belajar, mengajar dan mempersiapkan materi pelajaran, banyak guru yang bisa membagi waktu dengan baik. Namun benturan ekonomi dan rendahnya kesejahteraan -terutama guru tidak tetap (GTT)- seringkali membuat hidup menjadi serba kekurangan. Urusan membagi waktu pun kemudian menjadi hal yang teramat sulit.
Kedua, guru harus gemar membaca. Kegiatan ini terdengar mudah sebab bisa kapan saja dan di mana saja. Membaca juga tidak harus dengan membeli buku. Kita bisa meluangkan waktu pergi ke perpustakaan atau tempat lain yang baca gratis. Namun kembali lagi pada masalah yang pertama tentang pembagian waktu. Barangkali para guru akan sedikit bahagia kalau mendengar kabar bahwa sehari tidak lagi 24 jam tetapi 34 jam.
Ketiga, tentang budaya menulis dan meneliti, dua hal ini masih menjadi kendala terberat guru. Saya mensinyalir ada keterkaitan antara budaya membaca dan keterampilan menulis. Di Malang raya begitu banyak media untuk mempublikasikan tulisan dan hasil peneltian. Paling tidak, dengan banyaknya media yang menyediakan ruang bagi guru dapat memacu guru untuk lebih giat menulis dan meneliti.
Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya.
Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya yang enak didengar dan mudah dipahami. Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Benarkah sosok itu ada? Lalu seperti apakah sosok guru ideal yang diperlukan saat ini?
Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan dibawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca otaknya seperti komputer atau ibarat mesin pencari di internet ysng bernama Google. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Akan terlihat wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan pengajarannya.
Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa? Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri. Menulis itu ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat. Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna, rinci serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk membantu guru menghadapi hidup ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Detik demi detik waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang tidak terjebak dengan rutinitas kerjanya. Kesibukan kerja setiap hari menjadi rutinitas yang tiada henti. Guru harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru yang baik dan menjadi tauladan anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasan-kebiasaan yang membawa guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : pandai mengatur waktu dengan baik, membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda guru, dan lain-lain. Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru pasif bukan aktif. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak mendidik dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of knowledge. Tidak mau tahu dengan lingkungan dan kondisi sekolah apalagi kondisi siswa. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan sampai saatnya memasuki pensiun. Apakah ini yang disebut guru profesional?
Kelima, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy and paste tanggal dan tahun saja. Rencana Program pembelajaran tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan. Untuk melakukan suatu proses kreatif dibutuhkan kemauan untuk melakukan inovasi yang terus menerus, tiada henti.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang dia sampaikan? Dia selalu memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya. Dia selalu memperbaiki proses pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas. Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya. Dia belajar sepanjang hayat hidupnya.
Keenam, guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah: kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur bukanlah kebijakan yang terbaik, tapi jujur adalah satu-satunya kebijakan. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu kecerdasan sosial juga harus dimilikin oleh guru ideal agar tidak egois, dan tidak memperdulikan orang lain. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
3.2 Peran Strategis
Guru yang profesional dan efektif, memegang peran keberhasilan pendidikan siswa. Kunci sukses kegiatan belajar mengajar hanya akan tercapai, jika guru benar-benar mampu melaksanakan profesionalitas kerjanya. Seperti diungkapkan dalam penelitian John Goodladd (Behind The Classroom Doors, 1998) praktisi pendidikan Amerika, terungkap bahwa peran guru sangat signifikan dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Ketika seorang guru memasuki kelas, dan menutup pintu, maka kualitas pembelajaran berhasil tidaknya ada di tangan guru. Kemana intensitas pendidikan kelas akan diarahkan, hanya guru-lah yang bisa mengendalikannya.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, maka seorang guru akan mampu memotivasi, mendorong lahirnya kreativitas berpikir baru. Yang dalam teori McCleland diungkapkan sebagai sosok yang mampu memacu siswa berpikir secara divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabannya tidak sekadar terkait dengan fakta: ya atau tidak ! Peran guru bisa diupayakan dalam fase klimaksnya. Dengan merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban-jawaban kreatif, imajinatif, hipotetik dan sintetik (thought provoking question).
Dalam paradigmanya yang lain, guru juga mampu memunculkan kesan yang : membosankan, sekadar instruktif dan justru dijauhi para siswanya. Kinerja guru semacam ini, pada akhirnya akan mampu mematikan kreativitas dan menciptakan stagnasi proses pembelajaran itu sendiri. Selain itu yang paling menyakitkan adalah berpeluang untuk bisa menumpulkan daya nalar, menisbikan dimensi afektif. Mungkin guru yang masuk ketegori semacam ini, kuantitasnya lebih banyak, jika dibandingkan dengan sosok guru yang memang bernar-benar tampil dalam kapasitasnya yang professional.
Maka, setidaknya ada beberapa pijakan untuk bisa menjadi guru yang profesional dan efektif. Maka sosok guru yang professional, mewakili kriteria. Yakni, pertama, mempunyai kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dalam sebuah proses pembelajaran. Guru, setidaknya eksis dengan kapasitasnya memberikan respon-respon positif terhadap kreativitas siswa, mendorong siswa mempunyai produktivitas kognitif, serta dapat membantu setiap kebutuhan siswa secara professional.
Kedua, mempunyai kemampuan interpersonal dalam memberikan empati dan penghargaan kepada setiap siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa sangat membutuhkan wilayah untuk didengarkan, sebab definisi proses pembelajaran adalah bentuk komunikasi dua arah. Masing-masing subjek akan berperan dalam kapasitasnya. Namun, dalam setiap pengajaran peran guru bukanlah yang dominan, melainkan subjek siswa yang seharusnya diutamakan.
Ketiga, secara kongkret mempunyai kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri. Misalkan, guru harus mampu menerapkan kurikulum pengajaran dengan metoda mengajar yang inovatif, senantiasa terpacu untuk memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metoda-metoda pengajaran yang dinamis, atau secara kongkret mampu mengadaptasikan perencanaan dengan titik pengembangan cara pembelajaran yang relevan.
Keempat, menjadi guru yang professional setidaknya benar-benar memahami strategi manajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran di sini meliputi strategi menghadapi siswa yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan pengajaran serta mampu memberikan substansi transisi siswa. Dalam kapasitasnya sebagai guru, sebisa mungkin juga mampu memberikan tugas dengan titik tekan pada peningkatan cara berpikir siswa. Setidaknya dari uraian tersebut sungguh berat rasanya. Namun ini mutlak untuk diupayakan, dalam rangka mencapai sosok guru yang professional. Menjadi guru yang berkualitas, sudah menjadi kemutlakan (taken for granted). Sebab, zaman kali ini telah memaksa dunia pendidikan untuk bisa meningkatkan daya kompetitifnya yang maksimal.
3.3 Mutu Guru Kunci Keberhasilan Pendidikan
Seperti yang dikatakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan kerja guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain.
Memiliki dan mendapatkan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak maka dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang ‘katrok’ terhadap perkembangan dunia lain. Apapun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan oleh bangsa ini kalau mutu guru rendah maka semuanya akan sia-sia. Segala ambisi besar macam ‘Sekolah Bertaraf Internasional’ pada akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali tak bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi ‘Sekolah Bertarif Internasional’.
Perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah sebuah keniscayaan. Kalau tidak berubah berarti kita semakin tertinggal. Kalau sekolah kita tidak mengajarkan pemanfaatan komputer sebagai alat belajar dan internet sebagai sumber belajar maka sekolah kita jelas akan tertinggal jauh di belakang. Kita hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia baru yang mensyaratkan kemampuan memanfaatkan internet sebagai media dalam segala urusan dunia modern. Itu artinya kita hanya akan meluluskan siswa dengan kualitas ‘dunia agraris’ belaka. Sungguh celaka! Itu sebetulnya sudah dipahami oleh semua pihak. Untuk bisa menghasilkan siswa-siswa yang siap berkompetisi dalam dunia modern maka mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai dengan kebutuhan masa depan tersebut. Masalahnya adalah apakah para guru kita mampu untuk diajak terus menerus berlari mengejar perkembangan jaman dan teknologi jika mereka tidak pernah, dan lebih parah lagi, tidak mau dilatih dan dibimbing?
Dunia pendidikan kita memang menghadapi masalah besar dengan kompetensi para gurunya. Seorang pengamat pendidikan dengan masygul berkata bahwa dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayoritas orang-orang yang tidak kompeten. Menyakitkan tapi memang begitu faktanya. Itu adalah buah dari kebijakan pendidikan sebelum ini yang merekrut guru secara asal-asalan dan pada akhirnya dunia pendidikan diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten. Dan kita harus menanggungnya sekarang.
Ironinya adalah bahwa kita hampir tidak punya daya untuk mengubah keadaan tersebut. Berbagai upaya untuk memperbaiki kompetensi dan profesionalisme guru nampaknya selalu terganjal oleh fakta bahwa banyak guru yang tidak mampu (dan juga tidak mau) untuk ditingkatkan kualitasnya. Dari sononya memang sudah ‘katrok’ dan tidak bisa diperbaiki. Hanya sebagian kecil saja guru yang memiliki ‘tulang bagus’ dan bisa dididik dan dilatih ulang.
Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam mengenal dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi. para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial sehingga juga diterapkan secara parsial.
Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain.
Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa ‘text’ dan belum ‘context’ karena metode CTL (Contextual Teaching and Learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi para guru. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya.
Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesmen lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang bersifat cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip ‘student-centered’ dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulit-kulitnya dan tidak paham esensinya. Saat ini sekolah-sekolah berlomba-lomba menerapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari moving class tersebut sehingga yang terjadi sama sekali berbeda dengan apa yang hendak dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan itu juga lagi-lagi karena rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan memahami apa sebenarnya dibalik berbagai perubahan yang terjadi di negara-negara maju. Mereka mengikuti tapi tidak paham apa sebenarnya yang mereka ikuti itu.
3.4 Mewujudkan Guru yang Profesional
Jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru professional maka tuntutan kurikulum bagaimana pun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru profesional adalah bak seorang Chef ahli yang dapat diminta untuk membuat masakan jenis apa pun sepanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seorang Chef ahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan peralatannya terbatas.
Bagaimana mewujudkan hal tersebut? Mulai sekarang rekrutlah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten. Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas.
Setelah itu berikan pelatihan tentang pembelajaran sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence-based dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum.
Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkannya maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing. Practice….practice…. and practice.
Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan pendekatan ‘student-centered’ maupun ‘competence based’ ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio.
Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak sebelum ia mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru–guru profesional untuk dapat mengembangkan kurikulum apa pun dan bukan sekedar guru berkualitas ‘standar’.
Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru profesional bukan hanya harus ‘well-performed’, tapi juga harus ‘well-trained’‘, ‘well-equipped’, dan tentunya juga ‘well-paid’.
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk menjadi seorang guru yang profesional dan menjadi klunci keberhasilan pendidikan ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan kita. Banyak hal yang harus dikerjakan para guru dan banyak hal pula yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Bukan hanya guru yang dituntut lebuh tetapi juga perhatian dan kerjasama serta keterlibatan para ahli, pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini.
Seperti halnya para pakar dalam uraiannya tentang peran guru dalam dunia pendidikan di bawah ini, hendaknya dapat menjadi bahan perenungan dan motivasi bagi para guru untuk menjadi seorang guru yang ideal dan profesional.
Prof. Suyanto Ph.D, Dirjen Mandikdasmen :
“Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll.”
Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo
“Guru harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran.”
Bagi para guru yang sudah dinyatakan profesional, jangan berhenti untuk terus mengembangkan diri dengan belajar dan terus belajar. Bagi para guru yang belum mendapat kesempatan untuk mendapatkan pengakuan sebagai guru profesional jangan putus asa. Berjuanglah terlebih dahulu untuk menjadi guru ideal sebelum mencapai guru profesional. Proficiat!
http://lelyokvi.blogspot.co.id/2011/02/guru-profesional-kunci-keberhasilan.html

Monday, May 16, 2016


Berita Gembira untuk para PNS, Gaji 14 dan Gaji 13 Cair Bersamaan!!

Gaji tambahan untuk pegawai negeri sipil (PNS), yakni gaji ke-13 dan gaji ke-14 tahun ini, akan dicairkan hampir bersamaan.
Rencananya, gaji ke-13 yang berwujud tunjangan hari raya (THR) bakal cair lebih dulu. Kemudian disusul pencairan gaji ke-14 yang hampir berbarengan dimulainya tahun ajaran baru 2016-2017.
Sebagaimana diketahui tahun ini Idul Fitri jatuh pada 6 Juli. Meski surat resmi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum keluar, sudah bisa dipastikan bahwa gaji ke-13 itu dicairkan sekitar pekan pertama Juli.
Selang beberapa pekan berikutnya, baru dicairkan gaji PNS ke-14 untuk keperluan pendidikan anak.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, tahun ajaran baru 2016/2017 bakal dimulai pekan ke-3 Juli.
"Jadi nanti pembelajaran tahun ajaran baru dilaksanakan setelah lebaran," katanya di Jakarta kemarin.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Herman Suryatman mengatakan, pemberian gaji ke-14 untuk PNS baru berjalan perdana tahun ini.
Gaji tambahan ini adalah kompensasi atas tidak ada kenaikan gaji berkala bagi abdi negara. Herman menuturkan pemberian THR untuk PNS itu diharapkan bisa dimaknai sebagai pelecut kinerja dan meningkatkan integritas kepegawaian.
Mantan kepala dinas pendidikan Kabupaten Sumedang itu menjelaskan selama ini titik rawan antara integritas dan menerima suap atau gratifikasi di kalangan PNS adalah masa-masa lebaran. Pemicunya, jelang lebaran kebutuhan keluarga meningkat. Mulai untuk aneka jajan sampai baju baru.
"Dengan adanya gaji ke-13 atau THR, PNS bisa fokus bekerja dan menjaga integritas. Tidak perlu lagi menerima gratifikasi," paparnya.
Pejabat yang gemar mencipta lagu itu menjelaskan, ke depan PNS dinilai berdasarkan kinerja atau sistem meritokrasi.
Dengan demikian, pemberian dua kali gaji tambahan itu (gaji ke-13 dan ke-14) harus membuat PNS terus bersemangat meningkatkan kinerja pelayanan publik. (jpnn)http://koranberitanews.blogspot.co.id

Tuesday, March 22, 2016

Lowongan kerja pendidikan

Posted by H.TARMIZI ALFUJUDY On 8:33 PM | No comments
Kuambil.com - Assalamualaikum wr wb,,,,,,,,,,,,,,, Selamat malam rekan-rekan guru semua yang berada disleurh Indonesia, malam ini kuambil.com akan membagikan informasi mengenai,,,,

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), tahun 2016 akan melaksanakan rekrutmen calon guru Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Calon guru ini akan dikirim untuk memberikan pendidikan anak-anak Indonesia di Malaysia dan Filipina.

Jumlah guru yang akan direkrut sebanyak 116 guru. Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar (PG Dikdas) akan merekrut 100 orang guru. Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah (PG Dikmen) akan merekrut 16 orang guru. Para guru yang yang lulus seleksi akan bertugas selama 2 (dua) tahun.


Pendaftaran dan pelaksanaan Seleksi Rekrutmen atau Penerimaan Calon Guru Untuk Pendidikan Anak-Anak Indonesia di Malaysia dan Filipina tahun 2016 dilakukan LPTK yang ditunjuk yakni: UPI Bandung, Unesa Surabaya, dan UNM Makassar. Seleksi ini bisa diikuti oleh guru PNS dan guru bukan PNS.


Berkas yang harus diserahkan calon peserta seleksi:

1. Formulir pendaftaran yang sudah diisi dengan lengkap;
2. Surat izin menjadi guru di Malaysia atau di Filipina dari Pemerintah Daerah (bagi PNS);
3. Surat pernyataan belum menikah dan tidak akan menikah sampai selesai masa kontrak kerja (bukan PNS);
4. Surat izin orangtua bagi bukan PNS atau suami/isteri bagi PNS;
5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi perjanjian kerja;
6. Surat pernyataan bersedia bertugas di Malaysia/Filipina;
7. Surat pernyataan tidak menuntut menjadi PNS bagi guru yang bukan PNS;
8. Fotocopy ijazah terakhir dan transkrip nilai yang dilegalisir oleh perguruan tingginya;
9. Fotocopy sertifikat pendidik dan transkrip nilai dilegalisasi oleh perguruan tingginya dan/atau fotocopy NUPTK dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
10. Fotocopy KTP;
11. Surat keterangan sehat dari dokter rumah sakit pemerintah;
12. Surat keterangan bebas narkoba dari dokter rumah sakit pemerintah /Badan Narkotika Nasional (BNN)/Rumah Sakit Ketergantungan Obat;
13. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) terbaru;
14. Pasphoto berwarna terbaru (3 bulan terakhir), berlatar belakang putih ukuran 4×6 dan 3×4 masing-masing 2 lembar (bagi laki-laki memakai pakaian jas dan dasi, bagi wanita memakai pakaian bebas rapi, bagi yang tidak memakai kerudung, telinganya terlihat);


Jadwal dan Waktu Pendafataran Rekrutmen atau Penerimaan Calon Guru untuk Pendidikan Anak-Anak Indonesia di Malaysia dan Filipina tahun 2016 dapat dilihat pada tabel di atas. Contoh formulir dapat dilihat di surat edaran Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang dapat 
http://www.kuambil.com/

Friday, February 26, 2016

Syarat-Syarat mencetak S25a

Posted by H.TARMIZI ALFUJUDY On 7:21 PM | No comments

Hal-hal yang Harus Dibereskan Sebelum Mencetak S25a


Ada beberapa hal yang musti diperhatikan sebelum mencetak S25a. Selain untuk meperlancar proses Ajuan Keaktifan Kolektif (S25a) juga untuk memastikan memperoleh hak-haknya dalam mengajar, tugas tambahan, dan tentunya tunjangan.

Beberapa dari daftar ini, jika tidak dilakukan, akan menghambat proses cetak S25a. Selain itu, beberapa hal berikut ini tidak akan bisa diajukan kembali ataupun dirubah setelah S25a dicetak.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dibereskan terlebih dahulu antara lain:

1. PTK Sudah Aktif Semua


Pastikan PTK, baik Pendidik maupun Tenaga Kependidikan, telah aktif (melakukan Keaktifan Diri dan Cetak Kartu PTK). Karena jika ada PTK yang belum aktif, maka tombol Ajuan S25a belum mau muncul.

PTK Belum Aktif
Masih terdapat PTK yang belum aktif sehingga kotak data PTK berwarna merah


Baca : Cara Cetak Kartu Simpatika Semester Genap 2015/2016

2. Jumlah Siswa Perkelas Sudah Benar


Di periode Verval Simpatika semester ini, kita tidak perlu mengupload dan memasukkan siswa ke dalam rombel. Karena Daftar Siswa, Rombel dan Daftar Peserta Rombel sudah terisi otomatis sesuai isian di semester satu kemarin.

Namun jika terjadi jumlah siswa yang kurang, rombel yang kurang benar, ataupun malah siswa belum masuk ke rombelnya (Daftar Peserta Rombel), segeralah membereskannya sebelum mencetak S25a. Karena setelah S25a dicetak, ketiga hal ini (Daftar Siswa, Rombel dan Daftar Peserta Rombel) tidak dapat diubah lagi tanpa membatalkan Ajuan S25a.

Jika S25a terlanjur diajukan dan disetujui oleh Admin Simpatika Kabupaten/Kota, maka perlu mengajukan pembatalan persetujuan keaktifan kolektif (S25b) baru kemudian melakukan pembatalan S25a.

Guru yang mengajar dengan rasio kurang dari 1 : 15 terancam tidak akan memperoleh tunjangan.

3. Jam Mengajar dalam Jadwal Kelas Mingguan Sudah Benar


Isian jam mengajar masing-masing guru dalam Jadwal Kelas Mingguan sudah benar dan sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh kurikulum.

Untuk memudahkan memonitor jumlah isian jam mengajar pada masing-masing mata pelajaran sudah sesuai dengan kurikulum yang digunakan oleh Kementerian Agama, Simpatika menghadirkan fitur "Validasi Alokasi JTM". Validasi ini akan memunculkan peringatan jika pengisian jam melebihi alokasi dalam struktur kurikulum.

Validasi Alokasi Jam Mengajar
Peringatan Validasi Alokasi Jam Mengajar menyala setiap ada pengisian jam mengajar yang tidak sesuai kurikulum


Jika S25a sudah dicetak, Jadwal Mengajar tidak dapat dirubah lagi.

Pendidik yang mengajar kurang dari 24 jam perminggunnya terancam tidak menerima tunjangan. Pun bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan struktur kurikulum (alokasi jam menurut kurikulum) atau peraturan yang berlaku lainnya tidak akan dihitung dalam SKBK.

4.  Wali Kelas


Wali Kelas merupakan salah satu tugas tambahan guru yang dalam KMA No. 103 Tahun 2015 diakui ekuivalen dengan 2 jam mengajar. Pengakuan ini tentu membantu guru untuk mencapai pemenuhan jam mengajar sebesar minimal 24 jam mengajar perminggu.

Untuk menambahkan atau mengedit Wali Kelas, simak video tutorial berikut ini.



Jika S25a sudah dicetak, tugas tambahan sebagai Wali Kelas tidak dapat dirubah lagi.

5. Pembina Ekstrakurikuler


Pembina Ektrakurikuler diperhitungkan sebagai jam tatap muka dengan ekuivalen 2 jam. Kegiatan ektrakurikuler yang diakui antara lain:

  1. Pramuka
  2. Organisasi Intra Sekolah (OSIS)
  3. Palang Merah Remaja (PMR)
  4. Olimpiade atau Lomba Mata Pelajaran
  5. Karya Ilmiah Remaja (KIR)
  6. Olahraga
  7. Kesenian
  8. Keagamaan Islam
  9. Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra)
  10. Pecinta Alam
  11. Jurnalistik atau Fotografi
  12. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
  13. Kewirausahaan
Untuk dapat diakui ekuivalen 2 jam tatap muka perminggu, kegiatan tersebut paling sedikit harus diikuti oleh 15 (lima belas) siswa. Jika diikuti oleh lebih dari 50 peserta dapat dibimbing oleh 2 pembina (berlaku untuk kelipatannya). Dan seorang guru paling banyak dapat menjadi pembimbing di dua kegiatan.

Untuk menambahkan atau edit Pembina Ekstra Kurikuler dalam layanan Simpatika menggunakan fitur Edit Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran dan Pembimbingan bagi Guru.

Setelah S25a sudah dicetak, tugas tambahan sebagai Pembina Ekstra Kurikuler tidak dapat dirubah lagi.


6. Pembimbing Kegiatan Pembelajaran Ko-korikuler


Setiap kegiatan ko-korikuler diperhitungkan setara dengan 2 jam tatap muka. Yang termasuk kegiatan kokorikuler antara lain Bimbingan Baca Tulis Al Quran (untuk mapel Al Quran Hadits); Bimbingan Kaligrafi Arab (untuk mapel Bahasa Arab); dan Bimbingan Seni Tari, Drama, atau Pertunjukan (untuk mapel Seni dan Budaya).

Untuk menambahkan atau edit Pembimbing Kegiatan pembelajaran Ko-korikuler dalam layanan Simpatika menggunakan fitur Edit Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran dan Pembimbingan bagi Guru.

Setelah S25a sudah dicetak, tugas tambahan sebagai Pembimbing Kegiatan Pembelajaran Ko-korikuler tidak dapat dirubah lagi.

7. Guru Piket


Guru Piket diperhitungkan ekuivalen 1 jam tatap muka perminggu.

Untuk menambahkan atau edit Guru Piket menggunakan fitur Edit Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran dan Pembimbingan bagi Guru.

Setelah S25a sudah dicetak, tugas tambahan sebagai Guru Piket tidak dapat dirubah lagi.

8. Wakil Kepala Madrasah


Wakil Kepala Madrasah merupakan tugas tambahan dengan ekuivalen 12 jam tatap muka perminggu. Menurut KMA 103 Tahun 2015, MTs dan MA yang mempunyai 9 rombel atau lebih dapat mengangkat paling banyak 4 orang Wakil Kepala Madrasah. Jika kurang dari 9 rombel? Menurut FansPage Resmi Simpatika, MTs dan MA yang memiliki kurang dari 9 rombel dapat mengangkat maksimal 3 orang Waka.

Wakil Kepala Madrasah tidak berlaku bagi RA dan MI.

Untuk mengangkat dan mengedit Wakil Kepala Madrasah menggunakan prosedurAlih Tugas Tambahan. Caranya simak video berikut ini.


Setelah melakukan Alih Tugas Tambahan jangan lupa untuk mencetak S30a dan mengajukannya ke Admin Simpatika Kabupaten/Kota. Karena tanpa persetujuan mereka, pengisian Waka tidak tertulis permanen di sistem termasuk tidak tercatat di S25a. Selain itu, setelah S25a dicetak maka S30a tidak dapat dicetak.

Pastikan S30a telah disetujui Admin Kabupaten/Kota baru mencetak S25a.

Bagi yang semester sebelumnya telah mengangkat Waka (melalui edit Portofolio di PTK) silakan lakukan pengecekan di fitur Alih Tugas Tambahan. Karena berdasarkan pengalaman penulis, Waka-waka yang pernah diangkat tersebut dihapus otomatis oleh sistem.

9. Kepala Perpustakaan dan Kepala Laboratorium


Dua lagi tugas tambahan yang dihitung ekuivalen 12 jam adalah Kepala Perpustakaan dan Kepala Laboratorium.

Prosedur dan tata cara pengajuannya seperti Wakil Kepala Madrasah.


10. Pejabat Madrasah Lainnya


Selain Waka dan Kepala Perpustakaan atau Kepala Laboratorium masih terdapat Tugas Tambahan lain yang diakui ekuivalen 12 jam. Tugas Tambahan itu adalah:

  1. Pembina Asrama (khusus madrasah berasrama)
  2. Ketua Program Keahlian
  3. Kepala Bengkel atau Kepala Unit Produksi (bagi MA Program Keterampilan)


Prosedur dan tata cara pengajuannya seperti Wakil Kepala Madrasah.

pengangkatan pejabat Madrasah untuk Tugas Tambahan seperti Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, Pembina Asrama, Ketua Program Keahlian, dan Kepala Bengkel atau Kepala Unit Produksi, tentunya melihat kondisi Madrasah dan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing guru.

So, jangan cetak dan ajukan S25a dulu sebelum hal-hal tersebut beres.

Bagaimana dengan S12, S26, dan S31?


Jika 10 hal tersebut di atas harus diselesaikan dulu hingga beres baru boleh mencetak S25a, bagaimana dengan S12, S26, dan S31?

S12 (Ajuan Perubahan Data Portofolio), S26 (Ajuan Verval NRG), dan S31 (AjuanVerval Inpassing) tidak mempengaruhi S25a secara langsung. Pun sebaliknya, S25a tidak mempengaruhi secara langsung S12, S26, dan S31.

Artinya, Ketiga ajuan tersebut tetap bisa diajukan meskipun Kepala Madrasah telah mengajukan Keaktifan Kolektif (S25a).

Popular Posts